Rabu, 02 Februari 2011

KTSP dan Peluang Konstruktifnya


Setelah 4 tahun dicanangkannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sejak lahirnya Permendiknas No. 22, 23, 24 tahun 2006 sebagai derevasi PP (Peraturan Pemerintah) No. 19 Tahun 2005, belum mempunyai kontribusi yang significan terhadap pembangunan SDM bangsa ini. Walalupun saya sadari 'investasi SDM baru dapat diukur setelah 20 tahun' (Prof. Imam Malik, Mag).
Awal-awal diopersionalkan KTSP oleh Pemerintah (Mendiknas) ini sudah mendapat tanggapan yang skeptis dan pesimis oleh pemerhati pendidikan maupun praktisi pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Guru-Guru, Urusan Kurikulum, dan seluruh jajarannya menganggap tidak lebih dari perubahan administrasi pembelajaran saja. Atau, 'ah..ini kan perintah Bos (KS)..', '..sekarang aturannya seperti itu..', tanpa berusaha memahami siratan maksud dan makna KTSP itu sendiri.



Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mengkritisi kebijakan KTSP walaupun memang ada strategi yang lebih baik, universal dan konprehensif, namun, tidak lebih dari sekedar mengkaji dan menganalisis serta mengambil peluang konstruktifnya.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
  • Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2)
  • Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20)
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

Perbedaan menyolok dari masing-masing jenjang sekolah/madrsah dan atau bentuk lain yang sederajat, terletak pada strutur kurikulumnya. Format kurikuler dalam pendekatan KTSP sudah tertentu baik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK. Seperti tabel berikut ini :

Tabel : 1
Beban Kurikuler SD, SMP, SMA Format KTSP
 Komponen
Alokasi Waktu
Tambahan
Total
Penugasan
Total
Prosen / Jumlah
I. SMP Umum1)
a. Mata Pelajaran
30
0
30
15,00
50,0%
b. Muatan Lokal
2
0
2
1,00
50,0%
c. Ketrampilan (Vocasional Skill) 2)
2
0
2
1,00
50,0%
d. Pengembangan Diri 2)
2
0
2
1,00
50,0%
Total 3)
36
0
36
18,00
54
Catatan : 54 jampel x 40 Menit =2.160 menit = 36 jam setara 6 jam per hari atau setara dengan 9 jampel/hari
II. SMA Umum1)
a. Mata Pelajaran
36
0
36
21,60
60,0%
b. Muatan Lokal
2
0
2
1,20
60,0%
c. Ketrampilan (Vocasional Skill) 2)
2
0
2
1,20
60,0%
d. Pengembangan Diri 2)
2
0
2
1,20
60,0%
Total 4)
42
0
42
25,20
67,2
Catatan : 67,2 jampel x 45 Menit =3.024 menit = 50 jam setara 8,4 jam per hari atau setara dengan 11,2 jampel/hr
III. SD/MI Umum1)
a. Mata Pelajaran
30
0
30
12,00
40,0%
b. Muatan Lokal
2
0
2
0,80
40,0%
c. Ketrampilan (Vocasional Skill) 2)
2
0
2
0,80
40,0%
d. Pengembangan Diri 2)
2
0
2
0,80
40,0%
Total 5)
36
0
36
14,40
50,4
Catatan : 50,4 jampel x 35 Menit =1.764 menit = 29 jam setara 4,9 jam per hari atau setara dengan 8,4 jampel/hari
1) Per Men Dik Nas No: 22, 23, 24 tahun 2006
2) Setara dengan 2 jam pelajaran.
3) Total Jam Pelajaran (Jampel) = 40 menit/Jampel.
4) Total Jam Pelajaran (Jampel) = 45 menit/Jampel.
5) Total Jam Pelajaran (Jampel) = 35 menit/Jampel.

Beban kurikuler yang kita perhitungkan selain waktu tatap muka (kolom: Alokasi Waktu) dan Penugasan, yang terdiri penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik; Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik
untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.

Apabila kita menggunakan model keseimbangan pemanfaatan waktu (ESQ – Ginanjar) yaitu : 8 jam untuk tidur, 8 jam untuk belajar dan 8 jam untuk ibadah, kegiatan pribadi, bermain dll, maka masing-masing tingkat pendidikan mempunyai peluang waktu minimal yang tidak sama untuk menambah dan atau mengembangkan beban kurikuler dalam sekolah berasrama atau boarding schooll. Seperti dalam tabel berikut ini :

Tabel : 2
Peluang Waktu Pengembangan Beban Kurikuler SD, SMP dan SMA
Alokasi Waktu/Hari
SD
SMP
SMA
Normatif
8 Jam/hari
8 Jam/hari
8 Jam/hari
Kurikuler
4,9Jam/hari
6 Jam/hari
8,4Jam/hari
Peluang Waktu
3,1 Jam/hari
2 Jam/hari
-0,4Jam/hari

Walaupun pada kenyataannya, beban waktu pembelajaran setiap hari bagi sekolah berasrama atau boarding schooll tidaklah hanya 8 jam per hari saja. Namun lebih, sesuai dengan tonjolan aspek pendidikan yang diunggulkan oleh masing-maing sekolah beasrama. Sebagai contoh; SMP dan SMA POMOSDA (Pondok Modern Sumberdaya At-Taqwa) Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur, berikut ini (tabel:3).

Tabel : 3
Beban Kurikuler SMP, SMA POMOSDA (Pondok Modern Sumberdaya At-Taqwa)
Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur
 Komponen
Alokasi Waktu
Tambahan
Total
Penugasan
Total
Prosen / Jumlah
I. SMP POMOSDA
a. Mata Pelajaran
30
0
30
15,00
50,0%
b. Muatan Lokal
2
8
10
5,00
50,0%
c. Ketrampilan (Vocasional Skill) *)
2
2
4
2,00
50,0%
d. Pengembangan Diri *)
2
2
4
2,00
50,0%
Total
36
12
48
24,00
72
Catatan : 72 jampel x 40 Menit =2.880 menit = 48 jam setara 8 jam per hari atau setara dengan 12 jampel/hari
II. SMA POMOSDA
a. Mata Pelajaran
36
2
38
22,80
60,0%
b. Muatan Lokal
2
6
8
4,80
60,0%
c. Ketrampilan (Vocasional Skill) *)
2
2
4
2,40
60,0%
d. Pengembangan Diri *)
2
2
4
2,40
60,0%
Total
42
4
54
32,40
86,4
Catatan : 86,4 jampel x 45 Menit =3.888 menit = 65 jam setara 10,8 jam per hari atau setara dengan 14,4 jampel/hari

Seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Bangsa Indonesia perlu mewujudkan visi pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu menjawab tuntutan zaman.

Perlu dipertegas bahwa selain sistim pendidikan, yang akan mampu mengembangkan dan memapankan sumber daya manusia adalah kemampuan mengenal jati dirinya. Pengenalan jati diri sebagai komponen bangsa telah termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. Pengenalan jati diri sebagai hamba Tuhan memerlukan sistematika dan disiplin keilmuan tersendiri, sehingga memerlukan sebuah metode dan dengan pendekatan yang khusus.

Paradigma pendidikan yang berorientasi pada kemapanan moral dan mental dengan berbasis ketauhidan merupakan esensi pengembangan sumber daya manusia. Sehingga wawasan, ilmu pengetahuan, teknologi, ketrampilan dan bahkan kecerdasan yang dimiliki berlandaskan dan berorientasi ke-ilahi-an. Oleh karenanya banyak stakeholder sekolah memilih penyelenggaraan sekolah berasrama atau boarding school, di Jawa terkenal dengan sebutan Pondok Pesantren.

Banyak varian boarding school yang ada di Indonesia ini, namun yang paling populer – karena banyak peminatnya – adalah sekolah berasrama yang menggabungkan sistem sekolah (sesuai dengan UU No 20 SISDIKNAS) dengan sistem Pondok Pesantern (Salafiyah). Sehingga tumbuh dan berkembang SMP/MTs, SMA/MA, SMK di Pondokkan – beasrama.

Kalau Anda berkeinginan download file ini bisa klik disini

@bambang whd

hidjati@yahoo.com

0 komentar:

Posting Komentar

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service